Selasa, 29 Desember 2009

Relasi Santri dan Kyai



Di kalangan masyarakat santri, figur kiai, secara umum kerap dipersepsikan masyarakat sebagai pribadi yang integratif dan merupakan cerminan tradisi keilmuan dan kepemimpinan, ‘alim, menguasai ilmu agama (tafaqquh fi al-din) dan mengedepankan penampilan perilaku berbudi yang patut diteladani umatnya. Semakin tinggi tingkat kealiman dan rasa tawadlu’ kiai akan semakin tinggi pula derajat penghormatan yang diberikan santri dan masyarakat.

Sebaliknya, derajat penghormatan umat kepada kiai akan berkurang seiring dengan minimnya penguasaan ilmu dan rendahnya rasa tawadlu’ pada dirinya, sehingga tampak tak berwibawa lagi dihadapan umatnya. Konsepsi kewibawaan ini telah mendifinisikan fungsinya menjadi etika normatif dunia pesantren, yang oleh budayawan Mohamad Sobari disebut sebagai tipe kewibawaan tradisional.

Ciri pertamanya adalah, penggunaan kekuasaan pribadi yang dihimpun melalui peranan masa lampau dari seseorang sebagai penyedia, pelindung, pendidik, sumber nilai-nilai, dan status unggul dari mereka yang memiliki hubungan ketergantungan yang mapan dengan orang tersebut. Adapun indikasi yang lain, bahwa sumber-sumber kewibawaan tradisional tersebut terletak pada posisinya menjadi sesepuh (orang yang dituakan), sebagai sosok ayah, orang yang dapat dipercaya, orang yang dihargai, berkedudukan resmi, memiliki penguasaan ilmu pengetahuan agama, dan posisinya sebagai pemangku lembaga agama (pesantren).

Derajat kewibawaan-kharismatik ini dalam bentuk penghormatan serta ketaatan massa yang bersifat total dan, bahkan ada ciri taqlid buta, sehingga terhadap penilaian suatu perkara tertentu tak lagi perlu ada pertanyaan, gugatan atau diperdebatkan secara kritis (Sobari, 1998: 132). Hal ini diperoleh kiai atas konsekuensi logis dari segi penguasaan yang mumpuni terhadap ilmu-ilmu agama juga diimbangi oleh pancaran budi pekerti mulia, penampakan akhlak al-karimah yang menyebabkan kiai, di mata umatnya, dipandang bukan semata teladan ilmu, melainkan juga sebagai teladan laku: suatu elemen keteladanan yang bersifat sangat fundamental. Unsur berkah keteladanan yang membawa implikasi pada kecintaan, dan kepatuhan atau ketaatan mutlak kepada sang pemimpin kharismatik sehingga dianggap memiliki karomah.

Oleh karenanya, secara otomatis pada dirinya dinilai sebagai orang berotoritas. Adalah bukti nyata bahwa fenomena kewibawaan spiritual kharismatik ternyata telah melintas batas rasionalitas. Apapun yang dikatakan orang, masa bodoh! Demikian adalah prinsip yang dipegang kuat-kuat di kalangan santri tradisonal meskipun kadang kala ia telah berada di luar habitatnya. Atas dasar inilah maka kemudian muncul pola hubungan patron-klien antara kiai dan santri yang bersifat unik serta menarik diamati.

Sebagai ilustrasi, menurut keyakinan santri, mencium tangan Kiai merupakan berkah dan dinilai ibadah, meski orang-orang yang berpandangan puritan mengejeknya sebagai “kultus” individu, dan karena itu syirik. Mereka tetap tak peduli, sebab mereka beranggapan tidak mencium “tangan” yang sebenarnya, karena perbuatan tersebut sedang memberikan penghormatan yang dalam kepada suatu “otoritas”, yaitu kiai.

Dengan demikian, predikat nilai ke-Kiai-an yang berotoritas dan menyandang kewibawaan spiritual kharismatik bukanlah sangat bergantung pada garis keturunan atau karena dari faktor nasabiah, melainkan harus pula ditempuh dengan cara-cara yang rasional, karena tergantung kepada derajat kealiman juga diimbangi oleh teladan perilaku berbudi (akhlak al-karimah). Dalam arti, secara teoritik dan formal bahwa seorang pengasuh pesantren memang harus memiliki kompetensi yang memadai dan telah pula memiliki religious commitment yang kuat. Yaitu penampilan sosok pribadi yang integratif antara ilmu dan amaliahnya.

Aspek-aspek komitmen religius yang kuat itu meliputi,
  • aspek keyakinan (the belief dimension),
  • ritual peribadatan beserta aurad-dzikirnya (religious practice: ritual and devotion),
  • pengalaman keagamaan (the experience dimension),
  • pengalaman batiniah/rohaniah (spiritual dimension),
Pengetahuan agamanya maupun kosekuensi-konsekuensi amaliah seorang Muslim yang terbentuk secara baik. Maka tidak mengherankan dengan potensi dan kompetensi tersebut kalau seorang kiai pesantren menduduki posisi puncak yang kukuh dalam struktur sosial terutama dalam lingkaran komunitas pesantren. Munculnya fenomena kewibawaan kharismatik tersebut juga dapat ditelaah secara kritis dalam perspektif konsepsi-teori relasi-kuasa model Michel Foucault (2002), yang mendaraskan adanya kuasa pengetahuan sehingga melahirkan otoritas dan power pada seseorang karena memiliki kewibawaan kharismatik.

Pada telaah kasus lain, kita bisa menganalisa bahwa, meskipun kedudukan kiai berada di puncak struktur sosial pesantren, bukan berarti ia tetap berposisi sebagai subyek kekuasaan, apabila hal itu dilihat dari perspektif relasi kuasa-pengetahuan. Kemungkinan dalam hal ini posisi kiai (pengasuh) dan santri adalah sama, sebagai obyek power walaupun keduanya berbeda status, yakni obyek daripada pengetahuan yang “menghegimoni” tadi.

Kita ketahui bahwa sebagai pewaris Nabi, apa yang dilakukan kiai adalah semata-mata karena dilandasi doktrin ikhlas-lillahi ta’ala, demi mengharap ridlo Allah Swt dan derajat darul akherat. Ia mengabdikan hidupnya di pesantren karena untuk merealisasikan sabda Rasul Saw; “Sampaikan dariku meskipun cuma satu ayat”. Juga perintah Rasulallah Saw yaitu, “Barangsiapa menyimpan suatu ilmu (agama) maka ia karena ulahnya itu besok di akherat akan disiksa dengan cemeti dari api neraka”. Pendek kata, tugas mengampu pesantren, mendidik dan membimbing santri adalah kewajiban agama yang sudah semestinya menjadi tanggung jawab seorang kiai sebagai penjaga tradisi pesantren.

Sementara di pihak lain, kepatuhan dan penghormatan yang diberikan santri kepada kiainya adalah karena demi mendapatkah berkah (kebaikan) dari Allah Swt, juga berharap agar ilmunya nanti bermanfaat. Ritus yang mereka jalani itu termasuk bagaian dari mengamalkan ajara tradisi agama. Disebutkan dalam korpus resmi pesantren, yaitu dalam kitab Ta’lim Al-Muta’allim karangan Syaikh Zarnuji (1963: 60), sebagai berikut: “Mereka yang mencari pengetahuan hendaklah selalu ingat bahwa mereka tidak akan pernah mendapatkan pengetahuan atau pengetahuannya tidak berguna, kecuali kalau ia menaruh hormat kepada pengetahuan tersebut dan juga menaruh hormat kepada guru yang mengajarkannya. Hormat kepada guru/kiai bukan hanya sekedar patuh. Dikatakan pula oleh Imam Ali ra, “Saya ini adalah hamba dari orang yang mengajari saya (Rasulallah), walaupun hanya satu kata saja.”

Para santri harus menunjukkan rasa hormat dan takzim serta “kepatuhan mutlak” kepada kiai dan ustdznya, bukan manivestasi dari penyerahan total kepada orang-orang yang dianggap memiliki otoritas, tetapi karena suatu keyakinan atas kedudukan guru sebagai penyalur kemurahan (barokah) Tuhan yang dilimpahkan kepada murid-muridnya, baik ketika hidup di dunia maupun di akherat.

Lebih lanjut, Syaikh Zarnuji (1963: 63) mengatakan, menurut ajaran Islam, murid (santri) harus menganggap guru/kiai seperti ayah kandungnya sendiri, sebagai-mana dikatakan dalam sebuah hadits Nabi Saw:“Dan sesungguhnyalah, orang yang mengajarmu walaupun hanya sepatah kata dalam pengetahuan agama adalah ayahmu menurut ajaran Islam”. Hadits ini memberikan justifikasi bahwa apabila santri tidak taat dan patuh pada kiainya berarti secara terang-terangan telah menyalahi apa yang telah dianjurkan oleh baginda Rasul Muhammad Saw.

Berdasarkan korpus resmi ala pesantren, seperti dijabarkan dalam kitab Ta’lim Al-Muta’allim dan kitab-kitab sejenisnya yang memberikan kontribusi pada sistem nilai yang dianut warga pesantren, kemudian diintrodusir sedemikian rupa dalam praktek-praktek kehidupan santri baik dalam bentuk konvensi-konvensi atau menjadi teknik-teknik disipliner sehingga menjadi tatanan etis yang mengatur hubungan kiai dan santri. Yang terus dipelihara (reproduksi), kemudian disosialisasikan dari waktu ke waktu, dari satu generasi ke generasi berikutnya dan akhirnya terinternalisasi pada diri setiap santri.

Melalui cara itulah tertib sosial (social order) di lingkungan pesantren bisa ditegakkan. Sedangkan tindakan apapun yang mencoba menyimpang darinya akan dicap indisipliner, mbalelo dan pantas mendapatkan sangsi (ta’zir) atau dikenakan denda. Adapun sangsi yang ada bisa dalam bentuk sangsi moral, sosial ataupun berupa sangsi fisik, seperti cukur rambut, membersihkan selokan, dan untuk kasus pelangaran yang parah bisa dipulangkan kepada orang tua (di-boyong).

Kendati demikian, haruslah diakui bahwa ketaatan mutlak kepada sang kiai, adalah satu disiplin yang keras dalam pengamalan tradisi sehari-hari, kebersamaan dan persaudaraan di kalangan para santri merupakan hal-hal yang esensial dalam kehidupan pesantren. Mungkin inilah gaya indoktrinasi model pesantren. Dapat pula dikatakan sebagai ruh yang semestinya menopang keberlangsungan hidup pesantren sehingga bisa dipertahankan sampai sekarang. Bahkan dampak pengaruh dari aturan-aturan tersebut membentuk kebiasaan yang terus melekat dan mewarnai perilaku santri hingga berpengaruh pada kehidupan setelah masa-masa tinggal di pondok dulu.

Menelusuri lebih jauh dunia pesantren, maka lazim kita temukan, bahwa pada umumnya setiap santri yang ingin belajar mengaji akan mengatakan kalau tujuan belajar ke pesantren tidak lain karena untuk tabarukan kepada kiai. Berkah yang dimaksud itu adalah nikmat Allah Swt berupa kesuksesan dalam menuntut ilmu, yang menurut keyakinan mereka dapat diperoleh lantaran atas budi baik serta do’a-do’a yang diberikan oleh sang guru, selain berkah do’a kedua orang tua di rumah.

Menurut tradisi pesantren,
untuk memperoleh berkah itu pada galibnya santri akan menempuhnya melalui dua cara, yaitu;
  1. Pertama, melakukan riyadhah (olah rohani). Orang Jawa menyebutnya tirakat atau laku keprihatinan (asketisisme). Pada umumnya santri yang melakukan riyadhah akan memperbanyak amalan puasa sunah, sholat-sholat sunah (qiyamul-lail) atau bacaan wirid tertentu. Hal ini dilakukan selain sebagai upaya mensucikan kondisi rohaniah-spiritual (batin) selain sebagai upaya memperoleh berkah dari Allah Swt. Dengan riyadhah santri berupaya menapaki tangga spiritualitas untuk menjalin hubungan yang lebih dekat kepada Sang Khalik.
  2. Kedua, melakukan pengabdian (khidmah) kepada kiai dan pesantren. Bila santri hendak menempuh cara berkhidmah maka mereka akan berusaha membantu meringankan tugas-tugas kiai/ustadz, misalnya bertindak sebagai khadam atau membantu di rumah kiai seperti, menangani pekerjaan di dapur, menjaga kebersihan rumah, merawat anak kiai, membantu pekerjaan di sawah, atau menangani pekerjaan lainnya. Atau dengan melakukan pekerjaan yang berhubungan langsung dengan urusan pesantren, seperti membantu mengurusi administrasi dan keuangan pesantren, menjadi badal mengajar dan menangani tugas-tugas pondok lainnya.

Berbeda dengan keadaan yang biasa terjadi di luar arena pesantren, di dalam lingkungan pesantren, menjadi khadam kiai di mata penilain para santri merupakan suatu kehormatan tersendiri. Karena bermula dari sinilahlah ia bisa dekat dengan kiai. Artinya mudah diingat dalam do’a kiai, sehingga kebanyakan para santri ‘tradisional’ tetap berkeyakinan; dengan mendapat barokah do’a dari kiai berarti semakin terbuka lebar pintu barokah Tuhan baginya dan bertambah mudahlah untuk mendapatkan ilmu yang bermanfaat.

Tradisi menurut Pandangan Islam
Dapat menganalisis bahwa munculnya tradisi penghormatan (pemuliaan) terhadap sang guru/kiai sejak awal bisa dirunut dari gagasan tentang “ilmu” yang khas dalam pandang masyarakat santri. Ilmu di dalam khazanah pesantren dipahami sebagai “limpahan karunia ketuhanan” (al-athaf rabbaniyyah) yang mengandung berkah. Sumber ilmu adalah Allah Swt, dan tujuan utama daripada pengamalan ilmu juga dalam rangka pendekatan diri kepada-Nya. Ada sebuah ayat dalam Al-Qur’an (al-Baqarah: 269) yang menjelaskan; “wa man yu’ta al-hikmata faqat u’tiya khairan katsira”, barang siapa dikaruniai Allah suatu hikmah atau kebijaksanaan, maka dia memperoleh kebaikan yang banyak. Dijelaskan pula dalam surat al-Mujadalah, ayat 11;“…, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat”.


Memang demikianlah adanya dalam pandangan agama Islam, ilmu pengetahuan memperoleh kedudukannya yang sangat tinggi. Dengan mengutip sebuah Hadits Rasullah yang menerangkan tetang keutamaan ilmu, seperti termaktub dalam kitab “Irsyad al-Ibad” karangan Syaikh Zainuddin al-Malibary disebutkan, “Kepada ahli ibadah yang bukan ahli ilmu malaikat akan mempersilahkannya untuk langsung masuk ke dalam surga sendiri; namun kepada ahli ibadah yang juga ahli ilmu malaikat akan memberikan kepadanya kebebasan untuk mengajak bersama masuk ke dalam surga siapa saja yang dikehendaki”.

Berkenaan dengan itu, Syaikh Zarnuji dalam Ta’lim Al-Muta’allim, salah satu kitab klasik yang menjadi referensi utama pesantren tradisional berkomentar;“adapun sebabnya ilmu itu mulia karena ia merupakan alat (wasilah) untuk bertaqwa, yang dengan itu orang akan memperoleh kemuliaan di sisi Allah dan kebahagian abadi dalam kehidupan di akherat kelak”.

Itulah sebabnya, orang yang berilmu disebut orang alim (Arab; al-‘alim) serta menempati kedudukan atau derajatnya yang tinggi dalam pandangan Islam yang kemudian hal ini juga sangat mempengaruhi pandangan masyarakat pesantren. Pola indoktrinasi ini pula yang sekiranya membentuk struktur berpikir (social stok of knowledge) dalam mindset santri sehingga memiliki corak pandangan yang berbeda dengan para sarjana atau akademisi dari kalangan kampus.

Walhasil, bahwa kewibawaan spiritual kharismatik muncul pada diri kiai bukan diperoleh dengan tanpa usaha yang sungguh-sungguh, tetapi derajat itu diperoleh justru setelah melewati proses “dialektika kepatuhan” dalam koridor rasionalitas yang terbilang unik. Pada dasarnya hal itu muncul lantaran karena terbentuknya pola relasi kiai-santri yang besifat reprosikal dan mutualistik.

Rabu, 23 Desember 2009

Konsep Pendidikan Menurut Ibnu Kaldun

Riwayat singkat Ibnu Khaldun

Nama sebenarnya Ibnu Khaldun adalah Muhamad bin Muhammad bin Hasan bin Jabir bin Muhamad bin Ibrohim bin Abdurrahman Abu Zaid Walliudin Ibn khaldun. Ibnu Khaldun dilahirkan di Tunisia pada tanggal 27 Mei bulan Ramadhan 732 H/1332M.Ibnu Khaldun keturunan Arab tulen. Nenek moyangnya berasal dari Yaman. Beliau dikenal dengan nama Ibnu Khaldun diambil dari pada nama datuknya yaitu Khalid bin Usman yang dikenali dengan nama Khaldun dan keluarga mereka digelari dengan sebutan Bani Khaldun
Keluarganya adalah Cendikiawan yang terhormat yang berjaya menghasilkan jabatan ilmiyah dan pemerintahannya.Ayahnya Abu Abdullah Muhammad seorang ahli politik. Latar belakang keluargalah yang menentukan dalam perkembangan pemikirannya sehingga ia mewarisi tradisi intelektual dalam dirinya dan masa ketika ia hidup yang ditandai dengan jatuh bangunnya dinasti – dinasti islam, terutama dinasti Umayah dan Abassiyah memberikan kerangka berfikir, teori – teori ilmu sosial dan ilmu filsafatnya.Ibnu Khaldun adalah pengarang buku penting dalam warisan bangsa arab yang berjudul Al – Muqodamah kelebihan buku ini terutama terutama terletak pada bagian yang khusus mengulas tentang Afrika utara yang sejarah dan kondisi sosialnya dia uraikan dengan amat menakjubkan.




1. Tujuan Pendidikan
Ibnu khaldun Berpendapat bahwa “ Pendidikan atau Ilmu dan mengajar merupakan suatu kepastian dalam membangun masyarakat ( manusia )” . Hal ini dapat terlihat pada pandangannya mengenai tujuan pendidikan, yaitu:

• Menyiapkan seseorang dari segi keagamaan, yaitu dengan mengajarkan syair-syair agama menurut al-Qur’an dan Hadits Nabi sebab dengan jalan itu potensi iman itu diperkuat, sebagaimana dengan potensi-potensi lain yang jika kita mendarah daging, maka ia seakan-akan menjadi fithrah
• Menyiapkan seseorang dari segi akhlak. Hal ini sesuai pula dengan apa yang dikatakan Muhammad AR., bahwa hakekat pendidikan menurut Islam sesungguhnya adalah menumbuhkan dan membentuk kepribadian manusia yang sempurna melalui budi luhur dan akhlak mulia.
• Menyiapkan seseorang dari segi kemasyarakatan atau sosial.
• Menyiapkan seseorang dari segi vokasional atau pekerjaan. Ditegaskannya tentang pentingnya pekerjaan sepanjang umur manusia, sedang pengajaran atau pendidikan menurutnya termasuk di antara ketrampilan-ketrampilan itu.
• Menyiapkan seseorang dari segi pemikiran, sebab dengan pemikiran seseorang dapat memegang berbagai pekerjaan atau ketrampilan tertentu.
• Menyiapkan seseorang dari segi kesenian, di sini termasuk musik, syair, khat, seni bina dan lain-lain.

2. Kurikulum Pendidikan
Pengertian kurikulum pada masa Ibnu Khaldun masih terbatas pada maklumat-maklumat dan pengetahuan yang dikemukakan oleh guru atau sekolah dalam bentuk mata pelajaran yang terbatas atau dalam bentuk kitab-kitab tradisional yang tertentu, yang dikaji oleh murid dalam tiap tahap pendidikan.
Menurut Ibnu Khaldun, ada tiga katagori kurikulum yang perlu diajarkan kepada peserta didik.
• Kurikulum yang merupakan alat bantu pemahaman.
Kurikulum ini mencakup Ilmu Bahasa, Ilmu Nahwu, Ilmu Balaghoh, dan syair.
• Kurikulum Skunder
yaitu pelajaran yang menjadi pendukung untuk memahami islam.
Kurikulum ini meliputi ilmu – ilmu falsafi seperti logika, fisika, metafisika dan matematika.
• Kurikulum Primer
Yaitu pelajaran yang menjadi inti ajaran. Kurikulum ini meliputi semua bidang Al-Ulum, Al-Naqliyah, seperti tafsir, hadist, ilmu Qira’at, Ilmu Ushul Fiqih dan fiqih, Ilmu kalam, tasawuf, dan lain – lain .
Selain itu Ibnu khaldun berpendapat bahwa Al-Quran adalah ilmu yang bertama kali yang harus diajarkan kepada anak, karena mengajarkan Al-Quran kepada anak termasuk syariat islam yang dipegang teguh oleh para ahli agama dan dijunjung tinggi oleh setiap negara islam . Tujuan pengajaran Al-Quran yang telah ditanamkan pada masa anak – anak masih mudah karena otak si anak masih jernih sehingga akan menjadi pegangan hidupnya dan memperkuat imam.

3. Metode Pendidikan
Pengajaran ragam keilmuan hanya akan berguna bila dilapukan secara gra dual ( sedikit demi sedikit ) yaitu melalui tahap :
Pertama – tama pendidik hendaknya memberikan permasalahan – permasalahan pokok yang bersifat umum pada tiap babnya dengan memperhatikan kemampuan akal dan kesiapan anak didik untuk menerima dan memahami pelajaran tersebut.apabila pembahasan itu telah dipahami, maka pendidik membahasnya secara lebih detail dan terperinci sehingga peserta didik dapat memahami seluruhnya dengan segala seluk beluk permasalahnya. Kemudian pendidik membahas semua permasalahan bagaimana pun sulitnya agar anak didik memperoleh pemahaman yang sempurna, untuk itu apabila pembahasan yang pokok itu belum dicapai dengan baik, mereka harus diulangi kembali hingga dikuasai benar – benar .
Didalam penerapan tahap mengajar diatas Ibnu khaldun menerapkan :
• Metode Diskusi
Karena anak didik telah terlibat dalam mendidik dirinya sendiri untuk mengasah otak, melatih berbicara, kebiasaan berfikir dan percaya diri.
• Metode Peragaan
Metode ini ialah proses pengajaran lebih efektif sehinga materi lebih cepat dipahami .
Dalam hubungannya, mengajarkan ilmu kepada anak didik, Ibnu Khaldun mengajurkan agar para pendidik dalam menyampaikan pengetahuannya dengan metode :
• Kasih sayang dan lemah lembut.
• Metode yang memperhatikan kondisi peserta didik, baik psikis maupun fisik.

4. Pendidik
Mendidik adalah salah satu pekerjaan yang memerlukan keahlian. Oleh karena itu seorang pendidik menurut Ibnu Khaldun diperlukan beberapa kualifikasi tertentu, diantaranya :
• Seorang Pendidik harus memiliki pengetahuan yang memadai tentang pekerjaan tangan dan pekerjaan akal peserta didik. Karena kemampuan dan kesanggupan peserta didik untuk memahami materi itu bersifat bertahap sedikit demi sedikit oleh karena itu pendidik harus menggunakan metode mengajar yang sesuai dengan tahap – tahap perkembangan peserta didik.
• Dalam kegiatan mengajarnya pendidik tidak boleh mencampurandukan berbagai materi pelajaran. Karena dapat menimbulkan kebingungan, tak sanggup memahami semua dan membuat oak jemu yang lebih parah akhirnya putus asa dan meninggalkan ilmu tersebut.
• Tidak membenarkan tindakan guru yang keras kepada muridnya. Karena hal itu akan merusak akhlak anak didik dan prilaku sosial .

5. Subyek Didik
Peserta didik adalah sebagai yang belajar atau seorang anak yang perlu bimbingan. Sehingga melalui proses pendidikan subyek didik dituntut mengembangkan segala potensi yang Allah SWT anugrahkan kepada. Peserta didik dituntut aktif dan kreatif dalam setiap proses belajarnya sehingga dengan kreativitas yang telah dimiliki dapat mengembangkan diri dan potensinya

6. Lingkungan Pendidikan
Barangsiapa tidak terdidik oleh orang tuanya, maka akan terdidik oleh zaman, maksudnya barangsiapa tidak memperoleh tata krama yang dibutuhkan sehubungan pergaulan bersama melalui orang tua mereka yang mencakup guru-guru dan para sesepuh, dan tidak mempelajari hal itu dari mereka, maka ia akan mempelajarinya dengan bantuan alam, dari peristiwa-peristiwa yang terjadi sepanjang zaman, zaman akan mengajarkannya.



7. Pendapat Ibnu Khaldun mengenai Hukuman
Ibnu Khaldun anti dengan menggunakan kekerasan dan kekerasaan dalam pendidikan anak – anak dan beliau berkata : siapa yang biasa di didik dengan kekerasaan diantara siswa – siswa atau pembantu – pembantudan pelayaan – pelayan, ia akan selalu dipengearuhi oleh kekerasan, akan selalu merasa sempit hati akan menyebabkan ia berdusta serta melapukan hal – hal yang buruk karena takut akan mengajarkan dia menipu dan berbohong, sehingga sifat – sifat ini menjadi suatu kebiasaan dan suatu tingkah laku peserta didik yang nantinya akan membawa peserta didik kearah yang tidak bagus (sifat buruk) karena suatu hal yang sudah diajarkan oleh pendidik pasti akan dilaksanakan atau akan dianut oleh para peserta didik,dirasa oleh peserta didik adalah suatu ilmu yang sedang diberikan oleh seorang guru jika hal demikian masih saja terjadi (pendidikan dengan kekerasan ) maka hancurlah arti sebuah kemanusiaan yang telah melekat pada dirinya sejak lahir .selanjutnya jika keadaan membalik maksudnya dalam sebuah pengajaran seorang pendidik harus memukul peserta , maka pukulan tersebut tidak boleh lebih dari tiga kali .sebuah pukulan itu harus diniati dengan sebuah pelajaran dan sebuah didikan, bukan karena ada suatu hal yang lain.


c. Penutup
Ibnu Khaldun adalah seorang tokoh yang menaruh perhatian besar terhadap pendidikan. Konsep pendidikan yang dikemukakan sangat dipengaruhi oleh pandangannya terhadap manusia sebagai mahluk yang harus di didik sehingga dengan pendidikan seseoang tetap dapat hidup bermasyarakat dengan baik.
Dari segi metode, materi dan kurikulum yang dicanangkan dalam sistem dan pantas untuk dikaji dan dicermati.

Senin, 21 Desember 2009

cara membuat file/folder menjadi zip atau rar

cara membuat file/folder menjadi zip atau rar
kita dapat menggunakan win rar/zip dapat menjadi lebih optimal.... jadi bukan hanya untuk mengextrak file yang berbentuk zip atau rar saja untuk menjadi sebuah file atau folder, tapi dapat juga kita gunakan sebaliknya.
keuntungan file dalam bentuk zip adalah ukurannya yang lebihkecil.

Sekarang kita akan membahas win rar.
disini kita akan membahas tenteng bagaimana cara membuat file atau folder menjadi rar.
langkah - langkahnya sebagai berikut :
1. Di komputer anda harus sudah ada atau terinstal program win rar
2. Buka win rar
3. Klik menu option
4. Kemudian klik setting
5. kemudian klik lagi menu compression
6. lalu create default
7. setelah itu pilih zip atau rar
8. Lalu OK dan OK lagi
9. Setting selesai...dan silahkan mencoba...?!!
10. contohnya buka dahulu explorer
11. kemudian cari file atau folder yang hendak anda kompressi
12. setelah itu klik kanan pada file atau folder yang hendak di kompressi tadi
13. misalkan ("dvd maker") klik kanan maka akan muncul pilihan, kemudian pilih (add to "dvd maker.rar")
14. kompressi berjalan dan biarkan hingga selesai......jadi dech.....

Manajemen Waktu, KUnci Utama Mencapai Sukses

Manajemen Waktu, Kunci Utama Mencapai Sukses



Betapa seringnya kita mendengar pepatah yang mengatakan 'Waktu Adalah Uang. Tapi sebenarnya berapa banyak diantara kita yang benar-benar dapat memanfaatkan waktu yang kita miliki dengan sebaik-baiknya? Sebenarnya, jika Anda ingin mengatur kehidupan Anda dan membuatnya menyenangkan, sebagai permulaan yang Anda butuhkan adalah mengatur waktu Anda. Tak perlu dipertanyakan lagi, pengaturan waktu yang efektif merupakan hal mendasar untuk lingkup berbagai wilayah kehidupan. Pada kenyataannya, seringkali terdapat perbedaan antara pencapai kehidupan sejati dan orang-orang yang, meski sibuk, tak pernah sampai pada titik dimanapun.

Tak mengejutkan kalau dalam seluruhan industri pengaturan waktu jadi sebuah kebutuhan. Tapi jika Anda meninjau lebih dalam, Anda akan dapat melihat bahwa sebenarnya pengaturan waktu tak jauh beda dengan manajeman diri. Karena pada kenyataanya, Anda tak dapat mengatur waktu, tapi Anda dapat mengatur diri sendiri dan apa yang Anda lakukan dalam setiap kesempatan.

Kebanyakan ahli sepakat bahwa sukses merupakan hasil dari kebiasaan. Oleh sebab itu, langkah pertama yang harus dilakukan adalah memperlancar bagaimana Anda menggunkan waktu, yakni dimulai dengan kebiasaan Anda (kontrol diri). Dan kebiasaan ini dimulai sebagai pembuatan keputusan secara sadar.

Sekali Anda bisa, seterusnya kebiasaan bagus ini jadi hal alami. Dalam banyak kasus, sukses bukan dihasilkan dari hal yang tak biasa, tapi lebih sebagai hasil dari kemampuan seseorang untuk 'menguasai keduniawian'. Dengan konsisten menampilkan seluruh tugas penting yang belum sempurna, sejalan dengan waktu aktivitas ini akan berubah jadi pencapaian besar.Berikut beberapa aturan sederhana yang dapat diikuti untuk melakukan pengaturan waktu yang lebih baik:

a. Jangan Menangguhkan. Lakukan saat ini juga. Saat orang menunda sesuatu, itu berarti membunuh daya gerak pencapaian pada tujuan saat ini dan menghalangi kesempatan di masa mendatang lantaran waktu yang tersumbat. Cara untuk mencegah penundaan adalah dengan merancang deadline untuk tujuan yang harus dicapai. Menghindari deadline terakhir membawa penundaan yang diatur tujuan sebagai perantara untuk mencapai setingkat demi setingkat menuju tujuan.

b. Lacak Aktivitas Anda. Memori adalah penuntun yang payah, jika ini berhubungan dengan menetapkan bagaimana Anda melewatkan waktu Anda. Cara terbaik untuk merekam aktivitas Anda sepanjang hari adalah dengan mendata apa yang Anda lakukan. Kebanyakan orang akan menemukan kalau mereka memiliki tiga jam dalam tiap hari yang sebenarnya dapat digunakan untuk hal yang lebih membangun atau tindakan yang efisiean. Kurangi waktu yang Anda gunakan untuk bertelepon, membolak-balik majalah atau surfing di web yang tak mengahasilkan apapun, dan batasi kegiatan-kegiatan yang tak penting.

c. Berkonsentrasi Pada Hasil. Banyak orang melewatkan waktu mereka sepanjang hari dengan aktivitas yang hiruk-pikuk, tapi hanya sedikit membuahkan hasil. Itu semua terjadi karena mereka tak berkonsentrasi pada hal yang benar. Jangan terkecoh antara bekerja secara efisien dan bekerja secara efektif. Aktivitas dapat memang kadang dapat membebaskan dari tekanan tapi itu tak mencapai tujuan Anda. Dengan lebih berkonsentrasi pada sedikit preoritas 'utama' secara teratur. Anda dapat mencapai lebih banyak hal dalam waktu singkat.

d. Ingat Prisip 80/20. 20% kunci aktivitas Anda akan memberi Anda 80% dalam bentuk hasil. Tujuan Anda adalah mengubah ini untuk memastikan kalau Anda berkonsentrasi sebanyak usaha yang mungkin Anda lakukan untuk hasil tertinggi dari tujuan.

e. Gunakan Waktu Perjalanan Dengan Bijaksana. Sangat mudah untuk mengabaikan waktu yang dilakukan untuk menempuh perjalanan dalam penafsiran manajeman waktu. Pertimbangkan dengan hati-hati apakah ini merupakan waktu yang sesuai dimana Anda dapat juga menggunakannya secara lebih produktif. Sebagai contoh, jika Anda memilih naik bus atau kereta untuk menuju tempat kerja, apakah ini menyediakan kesempatan untuk membuat penggunaan waktu Anda jadi lebih baik? Atau jika Anda nyetir sendiri, apa Anda bisa mendengarkan rekaman pendidikan atau motivasional yang dapat membuat Anda memperbaiki ketrampilan dan lebih produktif?

f. Bangun Rancangan Aksi. Sebuah rencana tindakan merupakan daftar pendek dari tugas yang harus dilengkapi untuk mencapai sebuah tujuan. Ini beda dengan To Do list dimana fokus utmanya adalah pencapaian tujuan, (dan langkah untuk mencapainya secara spesifik) dari pada hanya membuat tujuan untuk dicapai dalam periode waktu. Kapanpun Anda ingin mencapai sesuatu, buat gambaran gambalng dari rencana tindakan, ini akan memberi Anda kesempatan untuk lebih berkonsentrasi pada tahap pencapaian itu, dan memonitor kemajuannya dalam perwujudan.

g. Merespon Dengan Cepat. Sebagai contoh, urus mail Anda begitu Anda menerima surat. Jangan biarkan tagihan dan surat-surat itu membebani Anda. Jika Anda tak bisa membalas sebuah surat saat itu juga, buat file di tempat khusus yang mudah dilihat, dan tuliskan di amplop tindakan yang dibutuhkan serta tanggal dimana Anda dapat menyelesaikannya.Ketika memungkinkan, lakukan tindakan pada hari yang sama saat Anda menerimanya. Jangan biarkan komputer, meja dan pikiran Anda jadi bertumpuk dengan hal yang tak berguna.

h. Bersikap Tegas. Belajarlah berkata tidak pada orang lain. Waktu Anda sangat berharga. Jadi jangan biarkan orang lain menentukan atau memanfaatkan Anda untuk kepentingan rencana mereka. Batasi gangguan sebisa mungkin. Tutup pintu Anda, matikan nada dering telepon atau minta dengan terus terang agar Anda tidak diganggu.

i. Jadwalkan Waktu Untuk Bersantai. Saat Anda mengatur waktu dan bisnis Anda, pastikan untuk menyisihkan saat untuk bersantai.

j. Tugas pertama Anda untuk dapat mengatur waktu dengan lebih baik adalah membuat mendaftar seberapa banyak waktu yang Anda buang sia-sia selama sehari, dari sana atur ulang aktivitas Anda untuk melakukan yang lebih maksimal dalam setiap menit. Lebih dari segalanya, berpegangteguhlah pada rencana Anda. Jadwal yang Anda buat hanya dapat terlaksana dengan benar hanya jika Anda keukeh dengan itu. Nah, dengan mengikuti tips ini kami harap Anda akan memiliki lebih banyak ruang untuk melakukan hal-hal yang ingin Anda capai dalam hidup Anda. (artb/erl)

Minggu, 20 Desember 2009

Syair Sunan Kalijogo - Kindung Rumeksa Ing Wengi

Kidung Rumeksa Ing Wengi
----------------------------

Ana kidung rumekso ing wengi
Teguh hayu luputa ing lara
luputa bilahi kabeh
jim setan datan purun
paneluhan tan ana wani
niwah panggawe ala
gunaning wong luput
geni atemahan tirta
maling adoh tan ana ngarah ing mami
guna duduk pan sirno

Sakehing lara pan samya bali
Sakeh ngama pan sami mirunda
Welas asih pandulune
Sakehing braja luput
Kadi kapuk tibaning wesi
Sakehing wisa tawa
Sato galak tutut
Kayu aeng lemah sangar
Songing landhak guwaning
Wong lemah miring
Myang pakiponing merak

Pagupakaning warak sakalir
Nadyan arca myang segara asat
Temahan rahayu kabeh
Apan sarira ayu
Ingideran kang widadari
Rineksa malaekat
Lan sagung pra rasul
Pinayungan ing Hyang Suksma
Ati Adam utekku baginda Esis
Pangucapku ya Musa

Napasku nabi Ngisa linuwih
Nabi Yakup pamiryarsaningwang
Dawud suwaraku mangke
Nabi brahim nyawaku
Nabi Sleman kasekten mami
Nabi Yusuf rupeng wang
Edris ing rambutku
Baginda Ngali kuliting wang
Abubakar getih daging Ngumar singgih
Balung baginda ngusman

Sumsumingsun Patimah linuwih
Siti aminah bayuning angga
Ayup ing ususku mangke
Nabi Nuh ing jejantung
Nabi Yunus ing otot mami
Netraku ya Muhamad
Pamuluku Rasul
Pinayungan Adam Kawa
Sampun pepak sakathahe para nabi
Dadya sarira tunggal


Terjemahan dalam bahasa indonesia:

Ada kidung rumekso ing wengi. Yang menjadikan kuat selamat terbebas
dari semua penyakit. Terbebas dari segala petaka. Jin dan setanpun
tidak mau. Segala jenis sihir tidak berani. Apalagi perbuatan jahat.
guna-guna tersingkir. Api menjadi air. Pencuripun menjauh dariku.
Segala bahaya akan lenyap.

Semua penyakit pulang ketempat asalnya. Semua hama menyingkir dengan pandangan kasih. Semua senjata tidak mengena. Bagaikan kapuk jatuh dibesi. Segenap racun menjadi tawar. Binatang buas menjadi jinak. Pohon ajaib, tanah angker, lubang landak, gua orang, tanah miring dan sarang merak.

Kandangnya semua badak. Meski batu dan laut mengering. Pada akhirnya semua slamat. Sebab badannya selamat dikelilingi oleh bidadari, yang dijaga oleh malaikat, dan semua rasul dalam lindungan Tuhan. Hatiku Adam dan otakku nabi Sis. Ucapanku adalah nabi Musa.

Nafasku nabi Isa yang teramat mulia. Nabi Yakup pendenganranku. Nabi Daud menjadi suaraku. Nabi Ibrahim sebagai nyawaku. Nabi sulaiman
menjadi kesaktianku. Nabi Yusuf menjadi rupaku. Nabi Idris menjadi
rupaku. Ali sebagai kulitku. Abubakar darahku dan Umar dagingku.
Sedangkan Usman sebagai tulangku.

Sumsumku adalah Fatimah yang amat mulia. Siti fatimah sebagai
kekuatan badanku. Nanti nabi Ayub ada didalam ususku. Nabi Nuh
didalam jantungku. Nabi Yunus didalam otakku. Mataku ialah Nabi
Muhamad. Air mukaku rasul dalam lindungan Adam dan Hawa. Maka
lengkaplah semua rasul, yang menjadi satu badan.